OBROLAN ANAK MUDA : KAMI JUGA INGIN MEMBANGUN KOTA TARUTUNG

oleh lamasi

Libur Natal dan Tahun baru, selalu ada kesempatan untuk berkumpul dengan teman-teman semasa SMA dulu. Namun sudah tiga kali Natal dan tiga kali Tahun baru aku tidak merayakannya di rumah. Tahun ini berbeda, ada kesempatan untuk mudik ke kampung sejenak merasakan euphoria Natal dan Tahun baru di kota kelahiranku.

Seperti biasa, libur kuliah menjadi ajang buat kami untuk bereuni ria. Teman-teman lama berkumpul kembali, kehebohan pun dimulai. Buat teman-teman yang kuliah di Medan dan sekitarnya, memang setiap ada libur semester, paskah, Natal dan Tahun baru, mereka selalu memiliki kesempatan untuk pulang ke kampung. Nah, kami yang kuliahnya di seberang pulau, harus bersabar hanya bisa pulang sekali dalam setahun jika beruntung, kalau tidak beruntung seperti saya ini, bisa-bisa pulang sekali dalam tiga tahun (curhat neh critanya).

Pertengahan desember 2010, aku sudah sampai di Tarutung ini. Teman yang kutemui baru beberapa orang, kebetulan mereka sudah selesai menempuh D-3 nya, sementara yang lain masih pada kuliah atau mungkin Ujian Akhir Semester. Menjelang Natal, akhirnya sejumlah orang pun terkumpul, itu artinya kehebohan akan berlanjut. Minimal satu kali dalam seminggu kami pasti ketemuan. Uniknya, sekarang karena kita hitungannya sudah mahasiswa dan calon sarjana, bahkan sudah ada yang menjadi Ahli Madya, jadi topik pembicaraan pasti lebih meningkat dong. Pokoknya beda lah dengan topik waktu masih SMA dulu, walaupun kehebohannya melebihi anak-anak SMA. Maklumlah, kita sudah terpisah ruang dan waktu sekian lama (preettt).

Tahun ini yang menjadi base camp kita adalah rumah Eva Tobing. Kebetulan rumahnya stategis, diapit oleh 2 benua dan 2 samudera (loh… emang Indonesia). Maksudnya rumahnya berada di pusat kota (tapi bukan di alun-alun ya…). Jadi tempat berkumpul pasti di rumah itu.

Seperti biasa, sambil menunggu orang-orang (yang walaupun sudah kuliah tapi belum juga sadar tentang arti kedisiplinan), kita berbincang ngalor-ngidul. Mulai dari cerita pengalaman di kampus masing-masing, mengenang kebiadapan semasa SMA dulu sampai masalah bangsa dan Negara (gaya nya udah kayak orang-orang yang ngaku pakar di tivi-tivi dah..).

Tiba-tiba Eva bicara, “Mungkin aku mau nyari kerja di Jakarta deh. Jadi kayaknya dalam jangka waktu dekat ini aku dah berangkat, tapi blum tau kapan.?”

“Ngapain lagi nyari kerja di Jakarta, dah sumpek.” Jawab ku. “Jadi tinggal si Hanny ini lah yang tinggal di Tarutung ini jaga kunci.. he..he..he..” tambah ku.

“Emang kenapa klu aku di Tarutung ini. Di Tarutung juga orang bisa sukses kok.” Kata Hanny nyahut.

“Sapa bilang kau gak sukses di Tarutung ini, maksudku, jadi kau tinggal di Tarutung, biar ntar kita di perantauan ingat Tarutung jadi ingat Hanny, he…he…he….” Tambah ku.

“ Tapi jangan lah gitu wee.. Harus kita bangun lah Tarutung ini. Sapa lagi coba. Nanti kaulah jadi Bupati di Tarutung ini Gus.” Kata Eva.

“ Emmoh, udah pewe aku di Semarang, niatku mau tetap di Semarang aja lah jadi dosen di sana atau hakim lah entah di mana.” Kata ku.

“ Tapi cobalah dulu, sebetulnya apalah memang yang ada di Tarutung ini.” Kata Heru mulai bicara.

“Iya memang.” Kata Eva.

“Pas itu, liat aja, petani di Tarutung pun beli berasnya. Trus industri belum ada. Karena PNS aja nya kebanyakan orang Tarutung makanya bisa makan.” Kata ku menyahuti kata-kata Heru.

“Sebetulnya bisanya industri di Tarutung ini, yang gak dikembangkannya. Liat aja, ulos orang si Hanny, bisa nya dibuat pabrik ulos di Tarutung ini. Kau lah itu nanti Hanny, udah tokke ulos kau.” Kata Eva.

“Memang bisa di buat jadi industri, sekarang aja pun ulos itu udah bisanya kita bilang itu home industri. Tapi ada satu hal yang harus kita liat Va. Ulos itu belum begitu dikenal, dan yang memakai masih Cuma orang batak.” Kata ku.

“ Makanya dikembangkan lah, dibuat baju atau tas.” Tambah Eva.

“ Itu dia, kita belum mampu mengembangkan itu. Liat aja batik, seluruh Indonesia memakai batik, gak harus orang jawa aja, karena udah dikembangkan orang itu. Seharus nya kita udah harus bisa membuat ulos itu lebih general, gak Cuma sebatas selendang sama sarung doang. Kreasikan macam-macam aja. Memang udah ada yang mulai itu, aku pernah liat di internet Merdi Sihombing namanya, tapi katanya masih mahal, maklum lah pembuatan ulos juga susah dan rumit.” Kata ku.

“ Makanya pakai mesin.” Kata Eva.

“ Jadi apa lagi nya yang bisa dibuat industri di Tarutung ini. Bisa gak klu dibuat pabrik minyak?” Tanya Eva.

“Susah klo minyak, bisa-bisa lebih banyak biaya produksinya, karena bahan bakunya gak ada di Tarutung.” Jawab Heru.

“Trus gimananya? Tapi pasnya itu, gak usahlah kita jauh-jauh di Tarutung ini lah kita. Kita bangun Tarutung ini. Udah cocoknya kau jadi bupati nanti di sini Gus. Kek mana lah kau bisa membangun Tarutung ini klu di Jaw asana nya kau.” Kata Eva.

“ Oh jangan salah, membangun Tarutung gak harus di sini. Dari sana pun kita bisanya membangun Tarutung. Misalnya berinvestasi di Tarutung ini. Lagian gak harus jadi bupati biar bisa membangun Tarutung ini, yang ada nanti malah berpolitiknya itu. Gak bisa kita sangkal klu nepotisme itu gak bisa lepas dari orang Batak.” Jawab ku.

“Iya memang, nepotisme orang Batak itu lumayan kuat nya.” Kata Heru.

“ Yah maklum lah, di UUD 1945 juga udah di bilang, Perekonomian disusun berasaskan kekeluargaan.” Kata ku.

“ Ido, itulah anak Hukum ini, langsung dibawa-bawanya hukumnya itu.” Jawab Hanny.

“ Bukan itu, maksudku perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan, jadi utamakan dulu ekonomi keluarga dekat dan teman-teman baru yang lain. He…he…he…” Jawab ku bercanda.

“ Jadi intinya kek mana?” Kata Eva.

“Yah gak ada. Tapi yang jelas, klu kita mau membangun Tarutung harus ada niat lah dari kita, apalagi generasi muda yang udah pada kuliah ini. Sapa lagi yang bangun kampung kita ini klu bukan kita.” Kata ku sok bijaksana.

Akhirnya perdebatan seru itu berakhir tanpa akhir (loh… maksudnya pye iki?). Pada intinya kita masih bisa berangan-angan jika kita tidak melakukan tindakan. Itulah yang menjadi fenomena dari masyarakat kita saat ini. Terlalu banyak komentator tetapi tidak ada pelaksana, selalu menjadi kritikus dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, sementara dia tidak memberikan solusi bagi permasalahan yang terjadi. Dalam hal ini, saya dan teman-teman saya tergolong dalam orang yang seperti itu.

 

7 Komentar to “OBROLAN ANAK MUDA : KAMI JUGA INGIN MEMBANGUN KOTA TARUTUNG”

  1. bro…leh minta no telfonnya gak ?!

  2. yapz…
    boleh-boleh aja…

  3. silakan maz boz…
    alamat emailku = daryono_quw@yahoo.co.id

Tinggalkan Balasan ke agust hutabarat Batalkan balasan